Facebook Page

SELAMAT DATANG DI BLOG SATBRIMOBDA KALTARA

Rabu, 03 Juni 2015

Cerita Heroik Anggota Densus Bergelut dengan Anak Buah Santoso di Poso

Area perkebunan Gayatri, Poso, Sulawesi Tengah begitu senyap dan gelap gulita.‎ Tim gabungan dari Satgas Anti-Teror, Densus 88 Polri dan Polda Sulteng yang melaksanakan Operasi Camar Maleo 2 mengendap di perkebunan itu untuk menangkap kelompok teroris pimpinan Santoso.

Brigadir Wayan Sedana, merupakan salah satu anggota Satuan I Gegana Korps Brimob Polri yang ditugaskan dalam operasi tersebut. Saat itu, dia mengintai kelompok teroris yang hendak mengirimkan logistik berupa ratusan peluru di perbukitan Gayatri pada Sabtu 22 Mei 2015.

"Saat itu saya mengintai di belakang Pura. Kondisinya saat itu gelap karena sudah malam," kata Sedana kepada detikcom, Rabu (3/6/2015).

Wayan mengendap di pos tersebut seorang diri, sementara teman-temannya berada di pos lain yang tersebar di beberapa ‎titik. Wayan dan tim sudah mengendap di pegunungan Gayatri sejak sepekan sebelumnya.

"Saya ada di tangga menuju ke atas ke Pura. Teman saya di belakang saya di bawah, jaraknya 10 meter dari saya,"‎ katanya.

Hingga pada Minggu (24/5)‎ sekitar pukul 18.45 WIB, Sedana melihat pergerakan kelompok teroris ke dekat Pura. Di sana, dia melihat sekelompok bersenjata laras panjang. Wayan tahu kelompok tersebut bukan bagian dari tim, sebab seluruh tim mengenakan seragam Brimob yang serba hitam.

Melihat kelompok bersenjata, Sedana kemudian‎ bersiap dengan senjata laras panjangnya. Serentetan tembakan menyalak di pegunungan tersebut malam itu. Entah siapa yang memulai, namun bunyi tembakan membuat Sedana bersigap sambil mengarahkan laras senjatanya.
Sedana saat itu berlindung di balik pepohonan. Saat mengintai, seketika ia dikagetkan dengan todongan senjata laras panjang di bagian pinggang kirinya. Ia tahu saat itu sudah ditodong anggota teroris.

Anggota Polri yang sudah 8 tahun ditugaskan di Densus 88 Polri ini kemudian reflek menepis senjata api tersebut. Ia lantas bergelut hingga membuatnya terguling ke bawah.

"Kemudian tiba-tiba dia (teroris) menarik sesuatu dari pinggang kirinya. Saat itu, saya tidak tahu apa yang ditariknya itu," kenangnya.

Tiba-tiba anggota teroris tersebut memukulkan benda tersebut ke kepala Wayan. Saat itu, Sedana tidak merasakan kesakitan hingga ia merasakan ada darah mengucur dari kepalanya.

"Kemudian saya tendang terus dan akhirnya dia terguling ke bawah dan akhirnya ditembak oleh teman saya yang di bawah," ujarnya.

Saat itu, Sedana baru mengetahui jika dirinya dipukul bom lontong. Beruntung, bom tersebut tidak meledak. Ia hanya mendapat beberapa jahitan karena kepalanya sobek akibat pukulan bom lontong tersebut.

Dalam aksi baku teembak itu, tidak hanya Wayan Sedana yang terluka. Anggota Brimob lainnya, Wayan Pande juga terluka akibat tembakan dari kelompok teroris. Pande mengalami luka tembak di 3 titik di bagian lengannya. Salah satu peluru bersarang di lengan kanannya hingga harus dioperasi.

Kontak senjata baru selesai setelah 1,5 jam. Selain membuat 2 anggota Polri terluka, 2 anggota teroris tewas tertembak dalam kontak senjata itu. Belakangan, setelah jenazah dibawa ke RS Bhayangkara, kedua anggota teroris itu bernama Eno dan Azis Tamanjeka alias Papa Sifa.

‎Sementara Wayan Pande dan Wayan Sedana juga dilarikan ke RS Bhayangkara Sulteng. Namun tak lama, keduanya langsung dirujuk ke rumah sakit di Jakarta.

Kegelisahan Istri

Tugas Negara yang diemban Wayan Sedana dan Wayan Pande dengan pertaruhan jiwa-raga, tidak hanya membuat jantung mereka berdebar ketika harus berhadapan dengan kelompok teroris bersenjata. Namun, istri mereka pun merasakan kegelisahan dan kecemasan ketika ditinggalkan oleh suami tercinta untuk bertugas.

Ayu, istri Wayan Pande bahkan kerap dibuat sedih dengan tugas suaminya itu. Pande tidak hanya sekali itu saja tertembak saat mengejar kelompok teroris.

"Sudah dua kali suami saya tertembak, kemarin itu yang kedua kalinya. Beruntung masih selamat. Dulu tertembak waktu di Poso juga," kenang Ayu.

Ayu dan Pande sudah menikah selama 9 tahun. Beberapa minggu setelah keduanya menikah, Ayu harus rela ditinggal suaminya untuk tugas di luar kota, sementara Ayu tinggal di Jakarta.

"Bahkan ketika lahir anak pertama, anak saya baru berusia 5 hari saat itu sudah ditinggal‎ bapaknya," katanya dengan nada sedih.

Namun Ayu harus tegar menerima semua itu. Ia hanya bisa berdoa setiap kali suaminya pergi bertugas untuk memburu kelompok teroris.

"Jarang sekali keluarga kami kumpul. Kalau pun kumpul paling seminggu, setelah itu suami harus pergi lagi. Saya hanya bisa mendoakan agar suami saya kembali pulang dengan selamat setiap kali bertugas," tutupnya.


Sumber : Detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar