Facebook Page

SELAMAT DATANG DI BLOG SATBRIMOBDA KALTARA

Minggu, 05 April 2015

Fitrianto, Polisi Perdamaian Dunia (PBB) asal Tarakan

Mendengar bertugas di wilayah konflik, sempat menggetarkan hati bintara polisi ini. Namun setelahmenjalani kehidupan sebagai anggota FPU (Formed Police Unit) di Africa, rasa bangga dan ingin mengalami tugas yang sama tertanam di balik seragamnya.
Detasemen C Pelopor Satbrimob Polda Kaltim boleh berbangga. Salah satu anggota mereka, Brigadir Polisi Fitrianto terpilih dari 4.000 anggota brimob lainnya di seluruh Indonesia bergabung menjadi FPU (Formed Police Unit). Hanya 140 yang terpilih bergabung I kesatuan UNAMID (United Nations African Mission In Dafur) ini  dan diberangkatkan ke Sudan (Africa) sebagai Polisi Perdamaian Dunia (PBB).
Prestasi besar ini bermula saat ia menerima surat dari Kapolda Kaltim. Isi surat tersebut adalah perintah. Menunjuk dirinya agar mengikuti seleksi bergabung menjadi (FPU) Indonesia di Jakarta.
Seleksi berlangsung 2 pekan. Tepatnya pertengahan Maret 2013 lalu, Fitri terbang dari Tarakan menuju Mabes Polri Jakarta untuk mengikuti seleksi awal. Beberapa tes ia lalui dengan modal yakin bisa. Tes meliputi skill berbahasa Inggis, tes fisik, teknik komputer dan mengemudi.
Tiga bulan kemudian, juni 2013 pengumuman pun keluar. Nama Bintara Perawat Brimob Detasemen C pelopor Tarakan ini akhirnya bisa lolos sebagai anggota FPU Indonesia Dafur (Sudan).
Rasanya pasti senang tapi sedikit bercampur khawatir karena harus meninggalkan keluarga besarnya selama satu tahun. Namun tugas Negara harus di jalankan. Dengan hati ikhlas, Fitrianto harus siap meninggalkan istri dan satu anaknya untuk bertugas menjaga perdamaian dunia. “saat itu istri saya sempat ragu. Dengan pendekatan dan pengertian akhirnya istripun merestui langkah saya” kata Fitri dengan ramahnya.
Beberapa bulan sebelum keberangkatan, Fitrianto yang masuk angkatan ke-6 FPU Indonesia ini mengikuti pembekalan sebagai bekal saat bertugas di Sudan.
Sudan, tempat mereka bertugas dikenal sebagai daerah konflik yang menjadi tanggungan PBB ( Persatuan Bangsa Bangsa ).  Tak heran selama pembekalan, 149 anggota pilian ini dibekali ilmu Riot Control (pengendalian massa), urban war(teknik pertempuran kota) dan freed hostage (pmbebasan sandra).
Pembekalan berlangsung hingga September 2013. Dan pada waktu 26 November 2013, mereka terbang dari Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta menuju Dafur (Sudan) .
Dengan tekat tinggi ditemani irama denyut jantung seakan akan menjadi lagu perang bagi dirinya. Setibanya di Sudan, mereka disambut musim dingin. Fitrianto sempat kesulitan beradaptasi dengan iklim yang ekstrim di Timur Tengah. Gurun pasir yang terhampar luas, warga etnis kulit hitam yang lalu lalang di daerah Dafur yang menjadi Kota Madya di Sudan menjadi pemandangan sehari hari.
Hari hari pertama, pasukan FPU ini diserang penyakit batuk pilek, seakan akan sebagai buah perkenalan iklim Sudan. Bayangkan saja suhu siang hari di Sudan sekitar 40-50 derajat Celsius dan malam hari udara akan turun drastis mencapai 5-6 serajat celcius.
Selama satu tahun, mereka melaksanakan dua tugas. Yaitu sebagai konvoi perlindungan serta menjaga tiga komplek pengungsian yang menjadi tugas pokok Pasukan FPU Indonesia. Fitri sebagai petugas kesehatan harus Charlie mengikuti pasukan lainnya saat berpatroli disekitar kawasan warzone. Dengan menempuh jarak hingga 2 jam untuk bisa masuk ke daerah kota, setiap harinya ia dihadapkan gerakan pemberotak (movement).
Di Dafur, kenangnya , tidak hanya pasukan PBB saja yang memikul senjata api jenis AK-47. Pemberontak maupun masyarakat awam pun selalu membawa senjata api. Sebab di Dafur menjadi saerah yang sangat rawan oleh konflik keompok pemberontak. Sehingga pemandangan masyarakat awam membawa senjata seperti penghias harinya selama di Sudan.
Beruntungnya, Fitriyanto serta Anggota FPU Indonesia lainnya tidak pernah menerima serangan dari kelompok bersenjata saat berpatroli. Tapi anehnya, anggota FPU dari negara lain yang melakukan patroli, selalu menerima timah panas yang terus menghujani mobil para petugas FPU. “Indonesia mempunyai nama sendiri yang sering disebutkan saat konvoi FPU Indonesia lewat, yaitu “Tamam” (artinya: orang baik). Ini lah julukan FPU Indonesia bagi masyarakat Sudan,”  jelas fitri dengan bangganya.
Sorakan dengan bahasa masyarakat Sudan; “Tamam” selalu menghiasi perjalanan pasukan FPU Indonesia saat mengamankan pengungsian di Dafur kala itu. Mungkin karena petugas FPU Indoesia ramah, mereka diterima dengan baik disana. Selain itu, pasukan FPU Indonesia kerap memberikan bantuan logistik bagi masyarakat pengungsian .
Meski diterima dengan baik, setiap melakukan patroli, pasukan FPU Indonesia selalu dibakali ratusan butir peluru dengan senjata api tipe SS-2 keluaran Pindad.
Sebagai seorang ayah, ditengah sela-sela bertugas, Fitriyanto melepas kerinduan dengan istri dan anak menggunakan fasilitas video call. Inilah acara terbaik yang bisa dilakukannya untuk melepas rindu kepada istri serta anak tercinta.
Idul Fitri pun dilewati Fitriyanto tanpa anak dan istri. Namun Idul Fitri tahun lalu, ia mendapatkan keluarga baru yakni 140 personil kesatuan FPU Indonesia beserta Staff UN (United Nations).
 Dilokasi konflik para movement atau yang biasa disebut pemberontak dari kubu janjawid, cukup dekat dengan FPU Indonesia. Bahkan tokoh janjawid, Muhammed Amar  mengucapkan terima kasih terhadap FPU Indonesia yang kerap kali memberikan bantuan kepada etnisnya yang berada di pengungsian.
“Setiap anggota FPU Indonesia bergerak memberikan bantuan kepada pengungsi dengan suka hati,para pemberontak turun untuk membantu,” ujar Fitriyanto.
Selama berada di Sudan dan berdiam di Garuda Camp tentu membosankan.untuk mengurangi rasa bosan, tak jarang ia bersama rombonan patroli singgah di cafĂ© masakan Turki. Segelas kopi dan selapis roti daging yang dijual, mirip dengan cita rasa Indonesia. “Yah lumayan kangen dengan masakan Indonesia,” tuturnya.
Namun tahukah anda barang apa yang berharga disana? Bukan emas atau gadget yang mahal. Tapi air. Air layaknya seperti emas. Sebab di daerah tandus ini.yang ada hanya padang pasir. Untuk mendapatkan air, mereka harus menempuh dua jam perjalanan dari Camp Garuda menuju pusat air. Tantangannya tidak hanya itu.  Butuh pengawalan yang ketat meski tidak pernah sama sekali menerima serangan dari kelompok pemberontak etnis Sudan.
Tentu bergabung menjadi anggota FPU Indonesia adalah pengalaman yang indah. Selain membantu sesama umat manusia, nama Negara Indonesia selalu menjadi urutan pertama FPU terbaik di dunia. bayangkan saja, FPU Indonesia menjadi pasukan yang paling dipercaya oleh Staff UN. Staf UN dari New York saja saat berkunjung ke Sudan meminta pengawalan dari FPU Indonesia.
Selain perlengkapan yang 100% lengkap, klinik Camp Garuda menjadi klinik kelas satu di bandingkan dengan FPU Negara lainya. Tepat bulan Desember 2014 lalu, tugas mereka selesai. Seluruh pasukan FPU Indonesia angkatan ke-6 kembali ke tanah air.
Setahun tak jumpa, Fitriyanto terlihat gemuk dan semakin bersih. Kini suasana panas serta dinginya malam di Sudan menjadi sesuatu yang dirindukan Fitriyanto. “ Seandainya saya di tugaskan kembali ke Sudan, saya akan senang hati,” jelasnya dengan senyuman bangga.
Sumber : Radar Tarakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar