Mendengar bertugas di
wilayah konflik, sempat menggetarkan hati bintara polisi ini. Namun
setelahmenjalani kehidupan sebagai anggota FPU (Formed Police Unit) di Africa,
rasa bangga dan ingin mengalami tugas yang sama tertanam di balik seragamnya.
Detasemen C Pelopor
Satbrimob Polda Kaltim boleh berbangga. Salah satu anggota mereka, Brigadir
Polisi Fitrianto terpilih dari 4.000 anggota brimob lainnya di seluruh
Indonesia bergabung menjadi FPU (Formed Police Unit). Hanya 140 yang terpilih
bergabung I kesatuan UNAMID (United Nations African Mission In Dafur) ini dan diberangkatkan ke Sudan (Africa) sebagai
Polisi Perdamaian Dunia (PBB).
Prestasi besar ini bermula
saat ia menerima surat dari Kapolda Kaltim. Isi surat tersebut adalah perintah.
Menunjuk dirinya agar mengikuti seleksi bergabung menjadi (FPU) Indonesia di
Jakarta.
Seleksi berlangsung 2 pekan.
Tepatnya pertengahan Maret 2013 lalu, Fitri terbang dari Tarakan menuju Mabes
Polri Jakarta untuk mengikuti seleksi awal. Beberapa tes ia lalui dengan modal
yakin bisa. Tes meliputi skill berbahasa Inggis, tes fisik, teknik komputer dan
mengemudi.
Tiga bulan kemudian, juni
2013 pengumuman pun keluar. Nama Bintara Perawat Brimob Detasemen C pelopor
Tarakan ini akhirnya bisa lolos sebagai anggota FPU Indonesia Dafur (Sudan).
Rasanya pasti senang tapi
sedikit bercampur khawatir karena harus meninggalkan keluarga besarnya selama
satu tahun. Namun tugas Negara harus di jalankan. Dengan hati ikhlas, Fitrianto
harus siap meninggalkan istri dan satu anaknya untuk bertugas menjaga
perdamaian dunia. “saat itu istri saya sempat ragu. Dengan pendekatan dan
pengertian akhirnya istripun merestui langkah saya” kata Fitri dengan ramahnya.
Beberapa bulan sebelum
keberangkatan, Fitrianto yang masuk angkatan ke-6 FPU Indonesia ini mengikuti
pembekalan sebagai bekal saat bertugas di Sudan.
Sudan, tempat mereka
bertugas dikenal sebagai daerah konflik yang menjadi tanggungan PBB ( Persatuan
Bangsa Bangsa ). Tak heran selama
pembekalan, 149 anggota pilian ini dibekali ilmu Riot Control (pengendalian
massa), urban war(teknik pertempuran kota) dan freed hostage (pmbebasan sandra).
Pembekalan berlangsung
hingga September 2013. Dan pada waktu 26 November 2013, mereka terbang dari
Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta menuju Dafur (Sudan) .
Dengan tekat tinggi ditemani
irama denyut jantung seakan akan menjadi lagu perang bagi dirinya. Setibanya di
Sudan, mereka disambut musim dingin. Fitrianto sempat kesulitan beradaptasi
dengan iklim yang ekstrim di Timur Tengah. Gurun pasir yang terhampar luas,
warga etnis kulit hitam yang lalu lalang di daerah Dafur yang menjadi Kota
Madya di Sudan menjadi pemandangan sehari hari.
Hari hari pertama, pasukan
FPU ini diserang penyakit batuk pilek, seakan akan sebagai buah perkenalan
iklim Sudan. Bayangkan saja suhu siang hari di Sudan sekitar 40-50 derajat
Celsius dan malam hari udara akan turun drastis mencapai 5-6 serajat celcius.
Selama satu tahun, mereka
melaksanakan dua tugas. Yaitu sebagai konvoi perlindungan serta menjaga tiga
komplek pengungsian yang menjadi tugas pokok Pasukan FPU Indonesia. Fitri
sebagai petugas kesehatan harus Charlie
mengikuti pasukan lainnya saat berpatroli disekitar kawasan warzone. Dengan menempuh jarak hingga 2
jam untuk bisa masuk ke daerah kota, setiap harinya ia dihadapkan gerakan
pemberotak (movement).
Di Dafur, kenangnya , tidak
hanya pasukan PBB saja yang memikul senjata api jenis AK-47. Pemberontak maupun
masyarakat awam pun selalu membawa senjata api. Sebab di Dafur menjadi saerah
yang sangat rawan oleh konflik keompok pemberontak. Sehingga pemandangan masyarakat
awam membawa senjata seperti penghias harinya selama di Sudan.
Beruntungnya, Fitriyanto serta
Anggota FPU Indonesia lainnya tidak pernah menerima serangan dari kelompok
bersenjata saat berpatroli. Tapi anehnya, anggota FPU dari negara lain yang
melakukan patroli, selalu menerima timah panas yang terus menghujani mobil para
petugas FPU. “Indonesia mempunyai nama sendiri yang sering disebutkan saat
konvoi FPU Indonesia lewat, yaitu “Tamam” (artinya: orang baik). Ini lah
julukan FPU Indonesia bagi masyarakat Sudan,”
jelas fitri dengan bangganya.
Sorakan dengan bahasa
masyarakat Sudan; “Tamam” selalu menghiasi perjalanan pasukan FPU Indonesia
saat mengamankan pengungsian di Dafur kala itu. Mungkin karena petugas FPU
Indoesia ramah, mereka diterima dengan baik disana. Selain itu, pasukan FPU
Indonesia kerap memberikan bantuan logistik bagi masyarakat pengungsian .
Meski diterima dengan baik,
setiap melakukan patroli, pasukan FPU Indonesia selalu dibakali ratusan butir
peluru dengan senjata api tipe SS-2 keluaran Pindad.
Sebagai seorang ayah,
ditengah sela-sela bertugas, Fitriyanto melepas kerinduan dengan istri dan anak
menggunakan fasilitas video call.
Inilah acara terbaik yang bisa dilakukannya untuk melepas rindu kepada istri
serta anak tercinta.
Idul Fitri pun dilewati
Fitriyanto tanpa anak dan istri. Namun Idul Fitri tahun lalu, ia mendapatkan
keluarga baru yakni 140 personil kesatuan FPU Indonesia beserta Staff UN
(United Nations).
Dilokasi konflik para movement atau yang biasa disebut pemberontak dari kubu janjawid, cukup dekat dengan FPU
Indonesia. Bahkan tokoh janjawid, Muhammed
Amar mengucapkan terima kasih terhadap
FPU Indonesia yang kerap kali memberikan bantuan kepada etnisnya yang berada di
pengungsian.
“Setiap anggota FPU
Indonesia bergerak memberikan bantuan kepada pengungsi dengan suka hati,para
pemberontak turun untuk membantu,” ujar Fitriyanto.
Selama berada di Sudan dan
berdiam di Garuda Camp tentu membosankan.untuk mengurangi rasa bosan, tak
jarang ia bersama rombonan patroli singgah di café masakan Turki. Segelas kopi
dan selapis roti daging yang dijual, mirip dengan cita rasa Indonesia. “Yah
lumayan kangen dengan masakan Indonesia,” tuturnya.
Namun tahukah anda barang
apa yang berharga disana? Bukan emas atau gadget yang mahal. Tapi air. Air
layaknya seperti emas. Sebab di daerah tandus ini.yang ada hanya padang pasir.
Untuk mendapatkan air, mereka harus menempuh dua jam perjalanan dari Camp
Garuda menuju pusat air. Tantangannya tidak hanya itu. Butuh pengawalan yang ketat meski tidak
pernah sama sekali menerima serangan dari kelompok pemberontak etnis Sudan.
Tentu bergabung menjadi
anggota FPU Indonesia adalah pengalaman yang indah. Selain membantu sesama umat
manusia, nama Negara Indonesia selalu menjadi urutan pertama FPU terbaik di
dunia. bayangkan saja, FPU Indonesia menjadi pasukan yang paling dipercaya oleh
Staff UN. Staf UN dari New York saja saat berkunjung ke Sudan meminta
pengawalan dari FPU Indonesia.
Selain perlengkapan yang
100% lengkap, klinik Camp Garuda menjadi klinik kelas satu di bandingkan dengan
FPU Negara lainya. Tepat bulan Desember 2014 lalu, tugas mereka selesai.
Seluruh pasukan FPU Indonesia angkatan ke-6 kembali ke tanah air.
Setahun tak jumpa,
Fitriyanto terlihat gemuk dan semakin bersih. Kini suasana panas serta dinginya
malam di Sudan menjadi sesuatu yang dirindukan Fitriyanto. “ Seandainya saya di
tugaskan kembali ke Sudan, saya akan senang hati,” jelasnya dengan senyuman
bangga.
Sumber : Radar Tarakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar